Pages

Subscribe:

Blog Tutorial

  • < ahref="http://doanco.blogspot.com/2008/03/ membuat-email-di-gmail.html"> Membuat Email Gmail

Kamis, 12 Agustus 2010

Tingkatan Puasa

Puasa menurut Hijjatul Islam Imam Ghazali yang lahir di Thus suatu tempat di Khurasa Iran pada tahun 450 H atau tahun 1058 M. dengan nama Asli Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al Imam abu Hamid Al Ghazali, ada tingkatan, antara lain:
A. Puasa Orang Umum
Puasa ini dilakukan dengan jalan menahan lapar, haus serta hubungan seksual. Bagi orang yang sampai pada taraf puasa ini, menurut hemat saya perlu diingat petuah Rasulullah saw, bahwa, “Adakalanya orang puasa itu tidak mendapat pahala apa-apa dari puasanya, kecuali haus” (HR. Nasai)
B. Puasa Orang Khusus
Selain menahan lapar, haus, bersetubuh maka puasa orang khusus ditambah dengan menahan mata, telinga, lidah, tangan, kaki dan anggota badan lainnya mulai ujung rambut ke ujung kaki dari berbagai macam kedosaan.
“Puasa itu bukan sekedar menahan makan minum, tetapi puasa yang sungguh-sungguh itu menahan diri dari perkataan-perkataan kotor dan caci maki.” (HR. Muslim)
Bahkan Allah sendiri tidak memerlukan puasanya orang-orang yang tidak sanggup mengekang lidahnya dari perkataan² bohong dan kepalsuan. meskipun ia kuat menahan lapar dan haus.
“Barang siapa yg tidak sanggup mengendalikan lisannya dari memperkatakan kebohongan, kepalsuan, bahkan dengan kepalsuan itu juga ia bertingkah laku, maka Allah tidak memerlukan puasanya, walaupun ia sudah membuktikan meninggalkan makan dan minum.” (HR. Bukhari)
C. Puasa Orang Khususnya Khusus
Puasa ini, selain memenuhi syarat puasa orang umum dan puasa orang khusus, juga hatinya berpuasa, yaitu menahan diri dari berbagai perhatian yang rendah, pemikiran seputar keduniawian. Ringkasnya menahan diri dari segala sesuatu yang selain Allah secara menyeluruh.
Dalam sebuah hadits nabi saw. Bersabda, “Ingatlah bahwa dalam tubuh manusia terdapat segumpal darah, apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya, dan apabila ia rusak maka rusak pula seluruh tubuh. Ingatlah, segumpal darah itu ialah hati.”
Sedang Allah pernah berfirman, “Dan barang siapa beriman kepada Allah. dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS.64:11)
Berbicara masalah puasa ini, teringatlah kita pada wejangan Ahmad bin Athaillah dalam Kitab Al-Hikam, “Kosongkan hatimu dari masalah keduniawian, maka Allah akan memenuhinya dengan ma’rifat dan rahasia-rahasia ke-Tuhanan. Jangan kau anggap lambat datangnya berbagai macam karunia dari Allah, tapi anggaplah dirimu begitu lambat menghadap Allah.
***
Sumber: Email kiriman dari Sahabat

Risalah Ringkas Ramadhan Mubarak

Oleh : Abu Tauam Al Khalafy
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil. Karena itu, barangsiapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur” (Al Qur’an Surat Al Baqarah 185)
Keutamaan Bulan Ramadhan
Bulan diwajibkannya umat Islam berpuasa yang mana nantinya dengan Puasa Ramadhan itu mereka akan mendapatkan gelar ketakwaan dari Allah SWT sebagaimana firman-Nya, “Hai orang-orang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS Al Baqarah 183)
Bulan dimana dibukanya pintu-pintu surga, ditutupnya pintu-pintu neraka dan dibelenggunya setan-setan. Rasulullah SAW bersabda, “Jika bulan Ramadhan tiba maka pintu-pintu surga dibuka, sedangkan pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan pun dibelenggu” (HR. Bukhari IV/97 dan Muslim no. 1079)
Pada bulan ini ada satu malam yang setara dengan 1000 bulan, yaitu malam lailatul qadar. Berkenaan dengan malam lailatul qadar ini Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mendirikan ibadah pada malam lailatul qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala maka akan diberikan ampunan kepadanya atas dosa-dosa yang telah berlalu” (HR. Bukhari IV/217 dan Muslim no. 759)
Dan disunnahkan membaca doa ini di malam-malam yang diyakini sebagai malam lailatu qadar yaitu diantara 10 malam terakhir di Bulan Ramadhan, “Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni” yang artinya “Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, karena itu berilah maaf kepadaku” (HR. Tirmidzi no. 3760 dan Ibnu Majah no. 3850, hadits ini shahih)
Keutamaan Puasa Ramadhan
1. Puasa Ramadhan adalah sebagai puasa untuk mengampuni dosa-dosa yang telah lalu. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, niscaya akan diberikan ampunan kepadanya atas dosa-dosanya yang telah berlalu” (HR. Bukhari IV/99 dan Muslim no. 759)
2. Dikabulkannya doa dan pembebasan dari api neraka sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya setiap hari, Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka yaitu pada Bulan Ramadhan. Dan sesungguhnya setiap orang muslim memiliki doa yang dipanjatkan, lalu dikabulkan untuknya” (HR. Al Bazzar no. 3142, Ahmad II/254 dan Ibnu Majah no. 1643, hadits ini shahih)
Rukun-rukun Puasa
1. Niat, yaitu niat berpuasa pada Bulan Ramadhan harus ada pada malam sebelum puasa karena niat ini wajib ditetapkan pada setiap ibadah dan amalan. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung kepada niatnya. Dan sesungguhnya (balasan) bagi setiap urusan (sesuai dengan) apa yang ia niatkan” (HR. Bukhari I/22 dan Muslim VI/48)
2. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum, berhubungan badan, haid dan nifas bagi wanita dan hal-hal yang lain yang membatalkan puasa seperti muntah dengan sengaja sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa muntah (tanpa) sengaja, maka tidak ada kewajiban baginya untuk menqadha’nya. Tetapi barangsiapa sengaja muntah, maka wajib baginya menqadha’” (HR. Abu Dawud II/310, At Tirmidzi III/79, Ibnu Majah I/536 dan Ahmad II/498, hadits ini sanadnya shahih sebagaimana yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Haqiiqatush Shiyam hal. 14)
3. Waktu berpuasa. Orang yang berpuasa harus menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dari sejak terbit fajar (shadiq) sampai matahari tenggelam. Yang demikian itu didasarkan pada firman Allah SWT, “Makan dan minumlah hingga terang bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam” (QS Al Baqarah 187)
Sifat orang yang berpuasa yaitu Muslim yang sudah baligh, berakal mampu untuk mengerjakan puasa (orang yang sudah tua renta serta wanita hamil dan menyusui terlepas dari kewajiban berpuasa namun mereka harus membayar fidyah) dan terlepas dari halangan puasa seperti sakit atau berpergian yang mana puasanya harus diganti pada hari yang lain.
Sahabat Abdullah bin Abbas ra. mengatakan, “Dan sebagai bentuk keringanan oleh Allah SWT kepada orang laki-laki dan wanita yang sudah tua sedang keduanya tidak mampu menjalankan puasa, maka keduanya boleh untuk tidak berpuasa tetapi harus mengganti hal itu dengan memberi makan kepada satu orang miskin setiap harinya. Sedangkan wanita yang hamil dan menyusui, jika keduanya khawatir terhadap anak dan dirinya, maka mereka boleh untuk tidak berpuasa tetapi harus memberi makan seorang miskin setiap hari” (Kitab Al Jaami’ li Ahkaamil Qur’an karya Al Qurthubi II/288)
Sahabat Abdullah bin Umar ra. pernah ditanyakan tentang seorang wanita hamil dan ia khawatir terhadap kandungannya maka ia menjawab, “Dia boleh tidak berpuasa, tetapi harus memberi makan 1 mud gandum setiap hari kepada satu orang miskin” (HR. Baihaqi IV/230, hadits ini shahih)
Satu mud itu setara dengan 562,5 gram. Jadi orang-orang yang tidak berpuasa karena tidak mampu atau karena khawatir keselamatan jiwanya atau anak yang dikandung atau yang disusuinya maka harus memberikan makanan seberat 562,5 gram kepada seorang fakir miskin selama Bulan Ramadhan setiap harinya.
Sunnah-sunnah Puasa Ramadhan
1. Makan sahur dan mengakhirkan makan sahur. Rasulullah SAW bersabda, “Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah” (HR. Bukhari IV/120 dan Muslim no. 1095). Dari Zaid bin Tsabit ra., bahwa dia pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Berapa lama jarak antara adzan dan sahur ?” Lalu Rasulullah SAW menjawab, “Kira-kira sama seperti bacaan 50 ayat” (HR. IV/118 dan Muslim no. 1097)-hadits ini bukan menjelaskan tentang akhir sahur tetapi awal sahur. Namun juga tidak masalah bagi kaum muslimin yang ingin lebih menyegerakan sahurnya di awal waktu.
2. Meninggalkan perkataan dusta. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan kata-kata palsu dan mengamalkanya maka Allah tidak memerlukan orang itu untuk meninggalkan makanan dan minumannya (puasanya)” (HR. Bukhari IV/99)
3. Meninggalkan kata-kata yang tidak bermanfaat dan kata-kata kotor (Ar Rafats). Rasulullah SAW bersabda, “Puasa itu bukan (hanya) dari makan dan minum, tetapi puasa itu dari kata-kata (yang) tidak bermanfaat dan kata-kata kotor” (HR. Ibnu Khuzaimah no. 1996 dan Al Hakim I/430-431, hadits ini shahih)
4. Menyegerakan berbuka karena menyegerakan berbuka akan mendatangkan kebaikan dan merupakan sunnah. Rasulullah SAW bersabda, “Umat manusia ini akan tetap baik selama mereka menyegerakan berbuka puasa” (HR. Bukhari IV/173 dan Muslim no. 1093)
5. Berdoa ketika berbuka dengan doa yang diajarkan Rasulullah SAW, “DzaHabazh zhamaa-u wabtallatil ‘uruuqu watsabatal ajru insyaa Allah” yang artinya “ Telah hilang rasa haus dan basah pula urat-urat serta telah ditetapkan pahala, insya Allah” (HR. Abu Dawud II/306, Baihaqi IV/239, Al Hakim I/422, Ibnu Sunni no. 128 dan Ad Daraquthni II/185, hadits ini hasan)
Ibadah-ibadah pada Bulan Ramadhan
1. Shalat Tarawih. Sahabat Jabir bin Abdullah ra. berkata, “Bahwa Nabi SAW pada saat menghidupkan malam dengan orang-orang pada Bulan Ramadhan, beliau SAW mengerjakan shalat delapan rakaat dan mengerjakan shalat witir” (HR. Ibnu Hibban no. 920 dan Ath Thabrani, hadits ini hasan)
2. I’tikaf di Mesjid. I’tikaf berarti tekun dalam melakukan sesuatu. Sahabat Abu Hurairah ra., berkata, “Rasulullah SAW biasa beri’tikaf selama bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Dan pada tahun dimana beliau wafat, beliau beri’tikaf selama dua puluh hari” (HR. Bukhari IV/245)
3. Zakat Fitrah. Mengeluarkan zakat ini merupakan kewajiban bagi kaum muslimin pada Bulan Ramadhan. Hal tersebut berdasarkan hadits Abdullah bin Umar ra., “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah (kepada kaum muslimin pada Bulan Ramadhan)” (HR. Bukhari III/291 dan Muslim no. 984, perkataan yang di dalam kurung adalah perkataan Abdullah bin Umar ra.)
Adapun besarnya zakat fitrah adalah 1 sha’ makanan (setara dengan 2,25 kg) sebagaimana hadits Abu Sa’id Al Khudri ra., “Kami biasa mengeluarkan zakat fitrah berupa 1 sha’ makanan atau 1 sha’ gandum atau 1 sha’ tamr atau 1 sha’ keju atau 1 sha’ anggur kering (kismis)” (HR. Bukhari III/294 dan Muslim no. 985)
Demikianlah risalah ringkas tentang ibadah dan keutamaan di Bulan Ramadhan, dan semoga apa yang kami tulis ini dapat diambil manfaatnya bagi pembaca untuk dapat mencapai ketakwaan kepada Allah SWT. Akhirnya kami ucapkan Selamat Berpuasa dan Semoga Allah SWT memberikan balasan berlipat ganda bagi kita semua. Amin.
***
Sumber Rujukan :
1. Meneladani Shaum Rasulullah SAW, Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali dan Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali Abdul Hamid, Pustaka Imam Syafi’i, Bogor, Cetakan Kedua Agustus 2005 M
2. Meraih Puasa Sempurna, Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath Thayyar, Pustaka Ibnu Katsir, Bogor, Cetakan Pertama, September 2004.

Minggu, 08 Agustus 2010

Arti Sebenarnya Lagu Ilir – Ilir

ilir, ilir-ilir
tandure wus sumilir
tak ijo royo-royo
tak sengguh temanten anyar
Bait di atas di atas secara harafiah menggambarkan hamparan tanaman padi di sawah yang menghijau, dihiasi oleh tiupan angin yang menggoyangkannya dengan lembut. Tingkat ke-muda-an itu dipersamakan pula dengan pengantin baru. Jadi ini adalah penggambaran usia muda yang penuh harapan, penuh potensi, dan siap untuk berkarya.
Bocah angon, bocah angon
penekno blimbing kuwi
lunyu-lunyu penekno
kanggo mbasuh dodot-iro
Anak gembala, panjatlah [ambillah] buah belimbing itu [dari pohonnya]. Panjatlah meskipun licin, karena buah itu berguna untuk membersihkan pakaianmu.
Buah belimbing yang seringkali bergigir lima itu melambangkan lima rukun Islam; dan sari-pati buah itu berguna untuk membersihkan perilaku dan sikap mental kita. Ini harus kita upayakan betapapun licinnya pohon itu, betapapun sulitnya hambatan yang kita hadapi.
Anak gembala dapat diartikan sebagai anak remaja yang masih polos dan masih dalam tahap awal dari perkembangan spiritualnya. Konotasi inilah yang sering muncul seketika bila orang Jawa menyebut ‘bocah angon’.
Namun pengertiannya dapat pula ditingkatkan menjadi pemimpin, baik pemimpin keluarga, tokoh masyarakat, ataupun pemimpin formal dalam berbagai tingkatan.
Dodot-iro, dodot-iro
kumitir bedah ing pinggir
dondomono, jlumatono
kanggo sebo mengko sore
Pakaianmu berkibar tertiup angin, robek-robek di pinggirnya. Jahitlah dan rapikan agar pantas dikenakan untuk “menghadap” nanti sore.
“Sebo” adalah istilah yang dipergunakan untuk perbuatan ‘sowan’ atau menghadap raja atau pembesar lain di lingkungan kerajaan.
Makna pakaian adalah perilaku atau sikap mental kita. Menghadap bermakna menghadap Allah. Nanti sore melambangkan waktu senja dalam kehidupan, menjelang kematian kita’
Mumpung padhang rembulane
mumpung jembar kalangane
Manfaatkan terang cahaya yang ada, jangan tunggu sampai kegelapan tiba. Manfaatkan keluasan kesempatan yang ada, jangan menunggu sampai waktunya menjadi sempit bagi kita.
***
Dari Sahabat