Pages

Subscribe:

Blog Tutorial

  • < ahref="http://doanco.blogspot.com/2008/03/ membuat-email-di-gmail.html"> Membuat Email Gmail

Sabtu, 24 Juli 2010

Menahan Diri
Sebentar lagi, umat Islam menjalankan ibadah shaum di bulan suci Ramadhan. Shaum yang secara bahasa berarti al-imsak, menahan diri. Makna bahasa inilah yang hari-hari ini menarik untuk sama-sama kita praktekkan. Kenapa? Karena, siapapun kita, sebagai seorang individu atau warga negara, sebagai aparat keamanan, penegak hukum, pelaku media massa, atau siapapun, akan dimintai pertanggungjawaban apa yang telah kita katakan dan kita perbuat, tidak hanya di dunia ini, tentu di akhirat kelak.
Jika kita sebagai aparat keamanan, yang semestinya melindungi dan mejaga rasa aman seluruh masyarakat, maka aparat keamanan seyogyanya menahan diri dari membuat statemen atau memberi ruang bagi statemen yang keliru tentang suatu hal, contohnya dalam hal ini adalah statemen atau opini bahwa yang yang digrebeg di Temanggung adalah seorang gembong teroris yang telah lama dicari, ternyata informasi itu tidak benar.
Kita sebagai penegak hukum, hendaknya tetap mengedepankan azaz praduga tak bersalah. Bahkan dalam kaidah Islam, “Memberi pema’afan yang boleh jadi keliru, itu lebih baik dan lebih didahulukan dari pada memutuskan hukum tapi salah.”
Betapa sakitnya orang yang divonis keliru, betapa malunya keluarga yang divonis bersalah, padahal mereka boleh jadi tidak tahu menahu dan tidak bersalah, kalau toh bersalah, harus dibuktikan terlebih dahulu secara hukum. Apakah ada kasus salah hukum di negeri ini? Banyak.
Kita sebagai insan media, hendaknya terlebih dahulu melakukan chek dan richek kebenaran suatu berita. Bukan karena mengejar deadline, sehingga mengorbankan objektifitas dan kebenaran suatu berita. Jangan memberitakan suatu informasi dengan kata-kata “diduga”. Sungguh ajaran agama telah memberi etika dalam pemberitaan dan dalam menerima berita: “Wahai orang-orang yang Beriman, apabila datang seorang fasiq dengan membawa suatu informasi maka periksalah dengan teliti agar kalian tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum karena suatu kebodohan, sehingga kalian menyesali perbuatan yang telah kalian lakukan.” Al-Hujurat:6
Ketika masyarakat sudah merasa lega dengan adanya berita terbunuhnya gebong “teroris”, ternyata kelegaan itu sirna, ketika pihak kepolisian memastikan bahwa yang terbunuh itu berbeda dari yang diberitakan selama ini. Siapa yang bertanggungjawab atas penyesatan informasi yang telah disampaikan kepada masyarakat??
Kita sebagai warga negara yang baik juga demikian, tidak serta merta menelan mentah-mentah suatu berita. Teliti terlebih dahulu. Siapa yang menyampaikan. Lihat track recordnya. Selidiki keperpihakannya. Terlebih terkait suatu berita besar yang memang menjadi konsumsi dunia internasional dan menjadi agenda penting mereka, dalam hal ini contohnya adalah masalah “terorisme”. Lebih berhati-hati dalam menerima dan menyimpulkan suatu berita. Menahan diri dari menyalahkan pihak-pihak lain.
Kita sebagai bagian dari umat beragama, wabilkhusus agama Islam, hendaknya juga menahan diri dari menafsirkan suatu ajaran agama dengan tidak pada tempatnya. Seperti memaknai jihad dengan perang di suatu wilayah yang damai dan berpenduduk mayoritas muslim, seperti di Indonesia tercinta ini. Pemaknaan ini jelas-jelas tidak benar menurut mayoritas ulama dan umat Islam. Jihad dalam arti perang hanya dibenarkan jika suatu wilayah itu dijajah dan diserang musuh secara militer, seperti yang terjadi di Iraq, Afghanistan, Palestina. Umat Islam wajib menahan diri dari hal-hal yang justeru merusak citra Islam.
Kita semua harus menahan diri dari menebar kesalahan, teror baru dan justeru yang dikedepankan adalah azaz praduga tak bersalah, kebersamaan, kedamaian, persatuan dan kesatuan.
Dan Ramadhan dengan ibadah shaum itu mengajarkan kita berbuat demikian. Marhaban Ya Ramadhan!. Allahu a’lam

0 komentar:

Posting Komentar